Gunung Burangrang merupakan satu rangkaian dari pegununungan Sunda (Gunung Sunda Purba yang meletus dan membentuk beberapa gunung) yang mengelilingi kota Bandung di sebelah barat laut dan berbatasan langsung dengan Purwakarta dan Subang. Gunung ini dapat terlihat dari Tol Cipularang + Km 100 dan terlihat juga ketika kita menuju arah utara dari arah kawasan Wisata Geopark Stone Garden Padalarang.
Sekilas jika kita melihat bentuk dan kondisi dari gunung ini seperti melihat Gunung Salak yang rimbun dan lebat tertutup pohon serta terkadang tertutup kabut dipuncaknya dengan ketinggian yang tidak jauh berbeda diantara keduanya, itu gambaran saya ketika melihat sekilas tentang Gunung Burangrang.
Jalur Pendakian
Gunung Burangrang memiliki 3 Jalur Pendakian yaitu Legok Haji, Pos Komando, dan Pangheotan, dimana masing-masing jalur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Jalur pendakian yang saya lewati adalah jalur Legok Haji yang notabene jalur tercepat untuk menuju puncak Gunung Burangrang. Jalur Legok Haji ini adalah jalur ngetrek istilahnya, maksudnya mungkin jalur cepat jadi wajar kalau disepanjang jalur akan berjumpa tanjakan terjal yang bisa dibilang jidat ketemu lutut dan tidak ada jalur landainya.
Jalur komando memiliki medan yang bervariasi, relatif landai, terkadang naik dan turun. Jika kita melalui jalur ini, kita akan melewati areal latihan medan untuk Kopassus sehingga kita harus mengetahui informasi jadwal latihan para tentara dan jika kita mendaki disaat mereka latihan biasanya tidak akan diberi izin untuk melanjutkan pendakian.
Ada alternatif bila kita tidak bisa masuk lewat jalur komando, ambillah jalur yang melalui pesantren yang jaraknya tidak jauh dari gerbang komando (saya diberitahukan teman yang melalui jalur komando lewat pesantren), oh iya jalur komando ini juga bisa menembus langsung ke jalur pendakiannya gunung tangkuban perahu dan juga ranukumbolonya jawa barat yaitu situ lembang tapi sayang untuk situ lembangnya ini tidak sembarangan orang bisa datang ke situ/danau lembang, bisa dikatakan situ lembang terlarang untuk dikunjungi oleh warga karena sesungguhnya tempat ini adalah areal latihan para tentara Kopassus.
Jalur terakhir adalah pangheotan, tapi saya tidak mengetahui persis jalur ini seperti apa tapi yang saya tau, jalur pangheotan ini adalah jalur terlama untuk mencapai puncak burangrang dikarenakan jalur ini melewati beberapa puncakan selain puncak burangrang, tapi walaupun lama pemandangan di jalur ini tidak kalah indah karena katanya melewati sebuah situ/danau dan letak jalur pangheotan ini ada di daerah Kecamatan Cikalong Wetan Purwakarta.
Perjalanan Pendakian
Perjalanan saya untuk mendaki Gunung Burangrang dimulai dengan perjalanan dengan mobil Pribadi dari Kota Bekasi menuju Kota Bandung melalui Jalan Tol Cikampek dan langsung memasuki Jalan Tol Cipularang dan exit melalui GT Padalarang yang menuju Cianjur dikarenakan ingin mengunjungi kekayaan alam Bandung di sekitar Padalarang (mungkin untuk teman yang lain bisa keluar di GT Baros/Cimahi/Leuwi Gajah). Dari Padalarang, saya melanjutkan perjalanan menuju Gunung Burangrang yang terletak di Kecamatan Cisarua Kota Cimahi ini melalui jalan Raya Padalarang- Jl. Kol. Masturi – Sekolah Polisi Negara (SPN) Cisarua – Desa Pasir Langu (Dari Gerbang SPN ada jalan menuju pasir langu).
Sesampai di kampung terakhir desa Pasir Langu, saya bersilaturahmi ke rumah RT setempat yang terletak persis di kaki Gunung Burangrang, menulis biodata diri dan anggota untuk pendakian serta mengisi persediaan air.
Pendakian saya dimulai sehabis Adzan Isya sekitar jam 7an malam, start dari rumah pak RT melalui jalan setapak disamping rumah beliau dan menuruni sisi perkebunan yang terletak dibelakang rumah beliau, sampai di jalan yang sudah dibeton saya bertanya kepada warga dan harus mengambil jalan ke kiri memutari kebun yang berada di depan saya, kurang lebih 100m saya mendapati sebuah warung yang terlihat seperti gubug dan disebelah gubug tersebut terdapat jalur kecil menanjak untuk masuk ke jalur pendakian burangrang, terlihat pula ada papan kayu dengan tanda panah dan tulisan “Puncak Burangrang”, dengan penuh semangat saya melanjutkan perjalanan dengan tim yang berjumlah 7 orang melalui jalur tersebut. Saya melihat di sisi kanan dan kiri terdapat Tanaman sayur dan buah milik warga tapi karena gelap dan hanya mengandalkan Lampu dari senter dan headlamp saya terperosok ke sisi jalur sedalam 30 centimeter dan disaat itu saya baru menyadari bahwa perkebunan warga sudah digantikan dengan keberadaan makam warga setempat di kiri dan kanan jalur dan tidak jauh dari pos Tanah Mati itu ada area camping ground dengan berlatar belakang pohon pinus dan perkebunan warga tersebar sampai sebelum Pintu Rimba.
Perjalanan saya dilanjutkan dengan terlebih dahulu bertanya kepada teman pendaki yang mendirikan tenda disekitaran pos tanah mati, kemudian saya terus berjalan mengikuti jalur yang disisi kiri dan kanannya ilalang dan terkadang ada jalan setapak yang di sisi sebelah kanan dan kirinya ada perkebunan warga. Jalur dari Pos Tanah Mati ini terlihat jelas sampai di lereng sebelum pintu rimba walaupun malam hari karena sering dilalui pendaki yang menuju ke puncak dan warga yang mencari kayu bakar, saya menikmati jalur yang dilewati dan kebetulan saat itu malam harinya terang bulan jadi sedikit terbantu untuk melihat jalur didepan.
Sebelum memasuki pintu rimba saya sempat mengalami salah jalur, dan ketika dirasakan salah jalur (jalan semakin miring sekitar 30 derajat) disitu saya dan tim coba berorientasi jalur hingga akhirnya kembali ke jalur yang tepat.
Waktu tempuh yang saya lalui dari Pos Tanah Mati sampai di pintu rimba Gunung Burangrang + 30 Menit. Memasuki Pintu rimba Hutan Gunung Burangrang jalur semakin sempit yang hanya bisa dilalui 2 orang dengan tumbuhan perdu dan duri yang ada disisi kiri dan kanan jalur serta jalur mulai menanjak dengan kecuraman 30-70 derajat dan terkadang saya harus memegang akar pohon atau menyeberang antara satu akar ke akar pohon lain untuk bisa melalui jalur tersebut karena ada beberapa titik dijalur itu tanahnya longsor jadi sangat disarankan bila melalui jalur ini menuju puncak burangrang di malam hari harus hati-hati dan tetap konsentrasi agar tidak terperosok ke longsoran tanah yang cukup dalam.
Perjalanan dari pintu rimba sampai di Pos 1 Gunung Burangrang cukup terjal dengan tanjakan yang membuat saya ingin putar balik turun ke area camping ground hihihihi….. jalur dari pintu rimba sampai Pos 1 tidak ada bonus jalur landai dan cukup membuat saya dan beberapa teman ngos-ngosan melewatinya, dan teman saya berkata kalo jalur ini mirip dengan jalur pendakian Gunung Cikuray yang kesohor dengan trek pendakian yang berupa akar dan menanjak , terjal serta tidak ada bonus landai dari bawah sampai atas serta sajian pemandangannya dipuncaknya yang bisa saya bilang Juara untuk samudera awannya (saya belum pernah ke Gunung Cikuray) begitulah gambaran yang saya tentang jalur pendakian burangrang ini.
Sampai di Pos 1 Gunung Burangrang saya sempat kaget karena saya kira saat bertemu pendaki di Pos 1 tersebut saya mengira area camping ground itu Pos 1 dan saya merasa jalan sudah jauh dan ternyata baru sampai Pos 1 Gunung Burangrang sesudah melewati Pintu Rimba sebelumnya dan akhirnya saya cukup lama beristirahat di Pos 1 untuk sekedar minum dan menikmati alunan suara dari alam Gunung Burangrang, sungguh masih terjaga ekosistem di Gunung Burangrang ini. Waktu Tempuh dari Pintu Rimba sampai di Pos 1 Gunung Burangrang + 50 Menit (normalnya bisa sejam lebih).
Setelah beristirahat saya dan Tim melanjutkan perjalanan menuju Pos 2 Gunung Burangrang. Sepanjang jalur pos 1 menuju pos 2 kondisi jalur masih sama seperti jalur menuju pos 1 berupa akar yang terjal dan sempit serta dibeberapa titik harus agak melipir ke kiri atau ke kanan terkadang samar jalurnya ketika mendakinya malam hari. Jarak tempuh dari Pos 1 ke Pos 2 Gunung Burangrang agak pendek dengan waktu tempuh sekitar + 40 Menit dan kembali saya beristirahat kembali untuk sekedar meregangkan otot kaki yang mulai kencang… oh iya di Pos 2 ini udara dingin mulai terasa dan angin khas pegunungan cukup untuk membuat saya tidak betah untuk berlama-lama beristirahat dan kembali perjalanan dilanjutkan menuju pos 3 .
Jalur menuju pos 3 ini relatif nanjak tapi tidak seterjal dari pintu rimba ke pos 1 atau pos 1 ke pos 3 karena jalur di pos 2 menuju Pos 3 ini saya sudah ada di punggungan gunung jadi, jalur tidak begitu terjal dan tidak harus lagi jidat ketemu lutut, tapi konsekuensi jalur di pos 2 menuju pos 3 ini jurang di kiri kanan jalur harus tetap teman-teman waspadai apalagi bila suasana malam hari harus lebih berkonsentrasi lagi untuk melihat jalur, sampai di pos 3 dengan waktu tempuh + 30 Menit dari pos 2 .
Saya kembali beristirahat sebentar untuk summit attack di Gunung Burangrang dan saya tidak betah berlama-lama untuk beristirahat dikarenakan kondisi di pos 3 mulai berkabut, dingin dan berangin. Tidak butuh waktu lama sekitar + 15 Menit dengan trek tanjakan akar seperti tangga yang cukup curam akhirnya saya sampai di puncak Burangrang di ketinggian 2050 mdpl. Panorama city light Kota Bandung serta Situ Lembang yang tertutup kabut tipis dapat terlihat di sisi puncak Gunung Burangrang.
Sekilas jika kita melihat bentuk dan kondisi dari gunung ini seperti melihat Gunung Salak yang rimbun dan lebat tertutup pohon serta terkadang tertutup kabut dipuncaknya dengan ketinggian yang tidak jauh berbeda diantara keduanya, itu gambaran saya ketika melihat sekilas tentang Gunung Burangrang.
Jalur Pendakian
Gunung Burangrang memiliki 3 Jalur Pendakian yaitu Legok Haji, Pos Komando, dan Pangheotan, dimana masing-masing jalur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Jalur pendakian yang saya lewati adalah jalur Legok Haji yang notabene jalur tercepat untuk menuju puncak Gunung Burangrang. Jalur Legok Haji ini adalah jalur ngetrek istilahnya, maksudnya mungkin jalur cepat jadi wajar kalau disepanjang jalur akan berjumpa tanjakan terjal yang bisa dibilang jidat ketemu lutut dan tidak ada jalur landainya.
Jalur komando memiliki medan yang bervariasi, relatif landai, terkadang naik dan turun. Jika kita melalui jalur ini, kita akan melewati areal latihan medan untuk Kopassus sehingga kita harus mengetahui informasi jadwal latihan para tentara dan jika kita mendaki disaat mereka latihan biasanya tidak akan diberi izin untuk melanjutkan pendakian.
Ada alternatif bila kita tidak bisa masuk lewat jalur komando, ambillah jalur yang melalui pesantren yang jaraknya tidak jauh dari gerbang komando (saya diberitahukan teman yang melalui jalur komando lewat pesantren), oh iya jalur komando ini juga bisa menembus langsung ke jalur pendakiannya gunung tangkuban perahu dan juga ranukumbolonya jawa barat yaitu situ lembang tapi sayang untuk situ lembangnya ini tidak sembarangan orang bisa datang ke situ/danau lembang, bisa dikatakan situ lembang terlarang untuk dikunjungi oleh warga karena sesungguhnya tempat ini adalah areal latihan para tentara Kopassus.
Jalur terakhir adalah pangheotan, tapi saya tidak mengetahui persis jalur ini seperti apa tapi yang saya tau, jalur pangheotan ini adalah jalur terlama untuk mencapai puncak burangrang dikarenakan jalur ini melewati beberapa puncakan selain puncak burangrang, tapi walaupun lama pemandangan di jalur ini tidak kalah indah karena katanya melewati sebuah situ/danau dan letak jalur pangheotan ini ada di daerah Kecamatan Cikalong Wetan Purwakarta.
Perjalanan Pendakian
Perjalanan saya untuk mendaki Gunung Burangrang dimulai dengan perjalanan dengan mobil Pribadi dari Kota Bekasi menuju Kota Bandung melalui Jalan Tol Cikampek dan langsung memasuki Jalan Tol Cipularang dan exit melalui GT Padalarang yang menuju Cianjur dikarenakan ingin mengunjungi kekayaan alam Bandung di sekitar Padalarang (mungkin untuk teman yang lain bisa keluar di GT Baros/Cimahi/Leuwi Gajah). Dari Padalarang, saya melanjutkan perjalanan menuju Gunung Burangrang yang terletak di Kecamatan Cisarua Kota Cimahi ini melalui jalan Raya Padalarang- Jl. Kol. Masturi – Sekolah Polisi Negara (SPN) Cisarua – Desa Pasir Langu (Dari Gerbang SPN ada jalan menuju pasir langu).
Sesampai di kampung terakhir desa Pasir Langu, saya bersilaturahmi ke rumah RT setempat yang terletak persis di kaki Gunung Burangrang, menulis biodata diri dan anggota untuk pendakian serta mengisi persediaan air.
Pendakian saya dimulai sehabis Adzan Isya sekitar jam 7an malam, start dari rumah pak RT melalui jalan setapak disamping rumah beliau dan menuruni sisi perkebunan yang terletak dibelakang rumah beliau, sampai di jalan yang sudah dibeton saya bertanya kepada warga dan harus mengambil jalan ke kiri memutari kebun yang berada di depan saya, kurang lebih 100m saya mendapati sebuah warung yang terlihat seperti gubug dan disebelah gubug tersebut terdapat jalur kecil menanjak untuk masuk ke jalur pendakian burangrang, terlihat pula ada papan kayu dengan tanda panah dan tulisan “Puncak Burangrang”, dengan penuh semangat saya melanjutkan perjalanan dengan tim yang berjumlah 7 orang melalui jalur tersebut. Saya melihat di sisi kanan dan kiri terdapat Tanaman sayur dan buah milik warga tapi karena gelap dan hanya mengandalkan Lampu dari senter dan headlamp saya terperosok ke sisi jalur sedalam 30 centimeter dan disaat itu saya baru menyadari bahwa perkebunan warga sudah digantikan dengan keberadaan makam warga setempat di kiri dan kanan jalur dan tidak jauh dari pos Tanah Mati itu ada area camping ground dengan berlatar belakang pohon pinus dan perkebunan warga tersebar sampai sebelum Pintu Rimba.
Perjalanan saya dilanjutkan dengan terlebih dahulu bertanya kepada teman pendaki yang mendirikan tenda disekitaran pos tanah mati, kemudian saya terus berjalan mengikuti jalur yang disisi kiri dan kanannya ilalang dan terkadang ada jalan setapak yang di sisi sebelah kanan dan kirinya ada perkebunan warga. Jalur dari Pos Tanah Mati ini terlihat jelas sampai di lereng sebelum pintu rimba walaupun malam hari karena sering dilalui pendaki yang menuju ke puncak dan warga yang mencari kayu bakar, saya menikmati jalur yang dilewati dan kebetulan saat itu malam harinya terang bulan jadi sedikit terbantu untuk melihat jalur didepan.
Sebelum memasuki pintu rimba saya sempat mengalami salah jalur, dan ketika dirasakan salah jalur (jalan semakin miring sekitar 30 derajat) disitu saya dan tim coba berorientasi jalur hingga akhirnya kembali ke jalur yang tepat.
Waktu tempuh yang saya lalui dari Pos Tanah Mati sampai di pintu rimba Gunung Burangrang + 30 Menit. Memasuki Pintu rimba Hutan Gunung Burangrang jalur semakin sempit yang hanya bisa dilalui 2 orang dengan tumbuhan perdu dan duri yang ada disisi kiri dan kanan jalur serta jalur mulai menanjak dengan kecuraman 30-70 derajat dan terkadang saya harus memegang akar pohon atau menyeberang antara satu akar ke akar pohon lain untuk bisa melalui jalur tersebut karena ada beberapa titik dijalur itu tanahnya longsor jadi sangat disarankan bila melalui jalur ini menuju puncak burangrang di malam hari harus hati-hati dan tetap konsentrasi agar tidak terperosok ke longsoran tanah yang cukup dalam.
Perjalanan dari pintu rimba sampai di Pos 1 Gunung Burangrang cukup terjal dengan tanjakan yang membuat saya ingin putar balik turun ke area camping ground hihihihi….. jalur dari pintu rimba sampai Pos 1 tidak ada bonus jalur landai dan cukup membuat saya dan beberapa teman ngos-ngosan melewatinya, dan teman saya berkata kalo jalur ini mirip dengan jalur pendakian Gunung Cikuray yang kesohor dengan trek pendakian yang berupa akar dan menanjak , terjal serta tidak ada bonus landai dari bawah sampai atas serta sajian pemandangannya dipuncaknya yang bisa saya bilang Juara untuk samudera awannya (saya belum pernah ke Gunung Cikuray) begitulah gambaran yang saya tentang jalur pendakian burangrang ini.
Sampai di Pos 1 Gunung Burangrang saya sempat kaget karena saya kira saat bertemu pendaki di Pos 1 tersebut saya mengira area camping ground itu Pos 1 dan saya merasa jalan sudah jauh dan ternyata baru sampai Pos 1 Gunung Burangrang sesudah melewati Pintu Rimba sebelumnya dan akhirnya saya cukup lama beristirahat di Pos 1 untuk sekedar minum dan menikmati alunan suara dari alam Gunung Burangrang, sungguh masih terjaga ekosistem di Gunung Burangrang ini. Waktu Tempuh dari Pintu Rimba sampai di Pos 1 Gunung Burangrang + 50 Menit (normalnya bisa sejam lebih).
Setelah beristirahat saya dan Tim melanjutkan perjalanan menuju Pos 2 Gunung Burangrang. Sepanjang jalur pos 1 menuju pos 2 kondisi jalur masih sama seperti jalur menuju pos 1 berupa akar yang terjal dan sempit serta dibeberapa titik harus agak melipir ke kiri atau ke kanan terkadang samar jalurnya ketika mendakinya malam hari. Jarak tempuh dari Pos 1 ke Pos 2 Gunung Burangrang agak pendek dengan waktu tempuh sekitar + 40 Menit dan kembali saya beristirahat kembali untuk sekedar meregangkan otot kaki yang mulai kencang… oh iya di Pos 2 ini udara dingin mulai terasa dan angin khas pegunungan cukup untuk membuat saya tidak betah untuk berlama-lama beristirahat dan kembali perjalanan dilanjutkan menuju pos 3 .
Jalur menuju pos 3 ini relatif nanjak tapi tidak seterjal dari pintu rimba ke pos 1 atau pos 1 ke pos 3 karena jalur di pos 2 menuju Pos 3 ini saya sudah ada di punggungan gunung jadi, jalur tidak begitu terjal dan tidak harus lagi jidat ketemu lutut, tapi konsekuensi jalur di pos 2 menuju pos 3 ini jurang di kiri kanan jalur harus tetap teman-teman waspadai apalagi bila suasana malam hari harus lebih berkonsentrasi lagi untuk melihat jalur, sampai di pos 3 dengan waktu tempuh + 30 Menit dari pos 2 .
Saya kembali beristirahat sebentar untuk summit attack di Gunung Burangrang dan saya tidak betah berlama-lama untuk beristirahat dikarenakan kondisi di pos 3 mulai berkabut, dingin dan berangin. Tidak butuh waktu lama sekitar + 15 Menit dengan trek tanjakan akar seperti tangga yang cukup curam akhirnya saya sampai di puncak Burangrang di ketinggian 2050 mdpl. Panorama city light Kota Bandung serta Situ Lembang yang tertutup kabut tipis dapat terlihat di sisi puncak Gunung Burangrang.
Perizinan
Jalur Komando
Di pintu komando / perhutani
Jalur Komando
Di pintu komando / perhutani
Jalur Legok Haji
Ketua RT di desa terakhir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar